Deskripsi observasi
Pengantar Pendidikan
“ Peranan orang tua dalam pendidikan karakter anak di kota
ternate ”
Dosen Pengampuh
M. Nasir Tamalene, S.Pd, M.Pd
Nama Mahasiswa
( Nazila Umar.Alhabsyi )
www.Naazila.bolgspot.com
032 912 046
B
I ( satu)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Dasar
Teori
1. Pengertian
Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter
didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan karakter sebagai penilaian
subyektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya
menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas mental saja,
sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi
terhadap intelektual seseorang.
Coon
(1983) mendefenisikan karakter sebagai suatu penilitian subyektif terhadap
kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau
tidak dapat diterima oleh masyarakat. Sementara itu menurut Megawangi (2003),
kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu (1) Cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya; (2) Tanggung Jawab Disiplin dan Mandiri; (3) Jujur/amanah dan
Arif; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, suka menolong, dan gotong royong; (6)
percaya diri,kreatif dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan adil; (8) baik dan
rendah hati; (9) toleran, cinta damai dan kesantunan. Jadi menurut Ratna
Megawangi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki
kesembilan karakter pilar tersebut.
Lickona
dalam Suyatno (2010) menggagas pandangan
bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk
memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral. Pendidikan
karakter ini mengajarkan kebiasaan berpikir dan berbuat membantu orang hidup
dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan
bangsa.
Menurut
para developmental psykologis, setiap manusia memeiliki potensi bawaan yang
akan termanisfestasi setelah dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan
karakter atau nilai-nilai kebajikan.dalam hal ini, Confusius seorang filosuf cina menyatakan bahwa manusia pada dasarnya
memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti
dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia
dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi(Megawangi,2003). Oleh
karena itu sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai
kebajikan baik dikeluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas sangat
penting dalam pembentukan karakter seorang anak.
Menurut
Thomas Lichon (Megawangi, 2003) pendidikan karakter perlu dilakukan sejak usia
dini. Erik Erikson yang terkenal dengan teori psyikososial development juga
menyatakan hal yang sama. Dalam hal ini Erikson menyebutkan bahwa anak adalah
gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa diman kebajikan berkembang
secara perlahan tapi pasti dalam (Hurlock, 1981) dengan kata lain, bila
dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak diusia dini, maka dia
akan menjadi orang dewasa yang tidak
memiliki nilai-nilai kebajikan. Selanjutnya, (Hurlock, 1981) menyatakan bahwa
usia dua tahun pertama dalam kehidupan adalah masa kritis bagi pembentukan pola
penyesuaian personal dan social.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan
mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh factor bawaan (fitrah) dan lingkungan (sosial atau
pendidikan). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan,
tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan
pendidikan sejak usia dini.
2. Pola
Pembinaan Karakter Anak yang Dilakukan oleh Keluarga?
Tugas
utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari segala aspek yang
ada didunia ini. Sebagai contoh, anak harus belajar memahami bahwa setiap benda
memiliki hukum tertentu (hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke
bawah, bukan ke atas atu kesamping (hukum gravitasi bumi) selain itu, anak juga harus belajar memahami
aturan main dalam hubungan kemasyarakatan,sehingga ada hukum dan sanksi yang
mengatur msyarakat dalam kehidupan bermsyarakat.
Menurut Garbarino & Brovenbrenner (dalam
fasta, 1192), jika suatu bangsa ingin bertahan hidup, maka bangsa tersebut
harus memiliki aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar,
apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang
tidak adil, apa yang patut dan tidak patut. Oleh karena itu perlu ada etika
dalam bicara, aturan dalam berlalulintas, dan aturan social lainnya. Jika
tidak, hidup ini akan “ semraut ”karena setiap orang boleh berlaku sesuai
keinginannya masing-masing tanpa harus mepedulikan orang lain. Akhirnya antara
sesama menjadi saling menjegal, saling menyakiti,bahkan saling membunuh,
sehingga hancurlah bangsa itu.
Memahami
“ aturan main “ dalam kehidupan dunia dan menginternalisasikan dalam dirinya
sehingga mampu mengaplikasikan “aturan main” tersebut dalam kehidupan
sehari-hari dengan sebaik-baiknya merupakan tugas setiap anak dalam
perkembangannya. Kebiasaan membuaang sampah pada tempatnya, antri, tidak
menyebrang jalan dan parkir sembrangan, tidak merugikan atau menyakiti orang
lain, mandiri serta perilaku-perilaku lain yang menunjukan adanya pemahaan yang
baik tehadap aturan social merupakan hasil dari perkebangan kualitas moral dan
mental seseorang yang disebut karakter. Tentu saja kebiasaan baik atau buruk
pada diri seseorang yang mengindikasiakan kualitas karakter ini tidak terjadi dengan dirinya. Telah
disebutkan bahwa selain faktor natural, factor natural juga berpengaruh. Dengan
kata lain proses sosialisasi atau pendidikan yang dilakukan oleh keluarga,
sekolah, lingkungan yang lebih luas memegang peranan penting, bahkan mungkin
lebih penting, dalam menentukan karakter seseorang.
Menurut
Megawangi (2003) anak-anak akan tumbuh pribadi yang berkarakter apabila dapat
tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Mengingat lingkungan anak
bukan saja lingkungan keluarga yang
sifatnya mikro, maka semua pihak keluarga, sekolah, media masa,
komonitas bisnis, dan sebagainya turut andil dalam perkembangan karakter anak.
Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik
adalah tanggung jawab semua pihak. Tnteu saja hal ini tidak mudah, oleh karena
itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan “
PR” yang sangt penting untuk dilakukan segera telebih melihat kondisi karakter
bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara
alamiah tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut Aristoteles
hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat.
a.
Keluarga
sebagai Wahan Pertama dan Utama Pendidikan Karakter Anak
Para
sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peranan penting dalam menentukan
kemajuan suatu bangsa,sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang
penting sekali dalam masyarakat,sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan
masyarakat lemah,maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu,para sosiolog
meyakini bahwa berbagi masalah masyakarat seperti kejahatan seksual dan
kekerasan yang merajalela,serta segala macam kebobrokkan merupakan akibat dari
lemahnya intitusi keluarga.
Bagi
seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkrmbanganya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah
“ sebagai wahana mendidik,mengasuh,dan mensosialisasikan anak,mengembangkan
kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat
dengan baik,serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapai
keluarga,sejahtera”.
Menurut
pakar pendidikan,William Bennet,keluarga merupakan tempat yang awal dan efektif
untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan,Pendidikan,dan kesejahteraan.
Apabila keluarga gagal mengajarkan kejujuran,semangat,keinginan untuk menjadi
yang terbaik,dan kemampuan-kemampuan dasar,maka akan sulit sekali bagi
institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari
uruaian diatas bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi
pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter
pada anak-anaknya, maka akan institusi-institusi lain diluar keluarga (termasuk
sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentukan karakter
anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh
karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa
sangat pada pendidikan karakter anak dirumah.
b.
Aspek-aspek
Penting dalam Pendidikan Karakter Anak
Guna
membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya
kepribadian yang baik. Menurut Megawangi (2003),ada tiga kebutuhan dasar anak
yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan
mental. Maternal bonding merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter
anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan kepercayaan kepada orang lain
pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa
aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang
ditimbulkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak
akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia
dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia
awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
Kebutuhan
akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman.
Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang
berubah-ubah akan membahaya perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang
berganti-ganti juga akan berpengaruh negative pada perkembangan emosi anak.
Menurut Bowlby,normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak hanya dengan stau
orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang
terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan
dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif
bagi pertumbuhan anak yang optimal.
Kebutuhan
akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan
karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang
tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan
anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat
mata anknya,mengelus,menggendong,dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya
yang berusia dibawah 6 bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi
anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya
anak yang kreatif.
c.
Pola
Asuh Menentukan Keberhasilan Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga
Keberhasilan
keluarga dalam menanamkan nlai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat
tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola
asuh dapat didefenisikan sebagai interaksi antara anak dengan orang tua yang
meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum serta kebutuhan lain)
dan kebutuhan pisikologi (seperti rasa aman, kasih saying dan lain-lain), serta
sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup
selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola
interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak. Secara
umum, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu (1) pola
asuh Authoritarian, (2) pola asuh Authoritative, (pola asuh permissive). Tiga
jenis pola asuh Baurmirnd ini hamper sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock
juga Hardy & Heyes yaitu (1) Pola asuh otoriter, (2) pola asuh demokratis,
dan (3) pola asuh permisif.
Pola
asuh otoriter mempunyai ciri orang tua membuat semua keputusan, anak harus
tunduk, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orang tua
mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginka. Pola asuh perimisif
mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat.
Kita dapat mengetahui pola asuh apa yang di terapkan oleh orang tua dari
ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut:
Pola asuh
otoriter mempunyai ciri:
1. Kekuasan
orang tua dominan.
2. Anak
tidak diakui sebagai pribadi.
3. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat.
4. Orang
tua menghukum anak jika anak tidak patuh.
Pola asuh demokratis
mempunyai ciri:
1. Ada
kerja sama antara orang tua dan anak
2. Anak
diakui sebagai pribadi
3. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua
4. Ada
kontrol dari orang tua yang tidak kaku
Pola asuh perimisif
mempunyai ciri:
1. Dominasi
pada anak
2. Sikap
longgar atau kebebasan dari orang tua
3. Tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua
4. Kontrol
dan perhatian orang tua sangat kurang
Melalui
pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal,
termasuk karakter. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak
untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh perimisif (yang
cenderung yang memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat
bebeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorongg anak untuk
terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan
karakter anak. Artinya, jenis pola asuh yang di terapkan oleh orang tua
terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh
keluarga.
Pola
asuh otoriter cenderung membatasi prilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan
emosi orang tua terhadap anak sehingga antara orang tua dan anak seakan
memiliki dinding pembatas yang memisahkan. Studi yang dilakukan oleh Fagan
menujukan bahwa ada keterkaitan antara factor keluarga dan tingkat kenakalan
keluarga, dimana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi
antara keluarga,dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang
bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter
anak.
Pola
asuh permisif yang cenderung memberi kebebasan terhadap anak untuk berbuat apa
saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaiman pun anak
tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik dan mana yang
salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan memberikan,
akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.
Pola
asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pedidikan karakter anak. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penilitian yang dilakukan oleh Baumrind yang
menunjukan bahwa orang tua yang demokratis lebih mendukung perkrmbangan anak
tertama dalam kemandirian dan tanggung jawab. Sementra orang tua yang otoriter
merugika,karena anak tidak mandiri, kurang tanggung jawab dan agresif,
sedangkan orang tua yang perimisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam
menyesuaikan diri di luar rumah. Menurut Arkoff anak yang di didik dengan cara
demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam
tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya
sementara saja. Disisi lain anak yang di didik sewcara otoriter atau ditolak
memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk
tindakan-tindakan merugikan. Sementara itu anak yang di didik secara permisif
cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau
terang-terangan.
Menurut
Middlebrook, hukum fisik yang umum di terapkan dalam pola asuh otoriter kurang
efektif untuk membentuk tingkah laku anak karena: (a) menyebabkan marah dan
frustasi (dan ini tidak cocok untuk belajar); (b) adanya perasaan-perasaan
menyakitkan yang mendorong tingkah laku agresif; (c) akibat-akibat hukuman itu
dapat meluas sasarannya, misalnya anak menahan diri untuk memukul atau merusak
pada waktu ada orang tua tetapi segera melakukan setelah orang tua tidak ada;
(d) tingkah laku agresif orang tua menjadi model bagi anak.
Hasil
penilitian Rohner menunjukan bahwa pengalaman masa kecil seorang sangat
mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Penilitian tersebut yang menggunakan
teori PAR (Parental Acceptance Rejection Teory) menunjukan bahwa pola asuh
orang tua, baik yang menerima (Acceptance) atau yang menolak (Rejection)
anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi,prilaku, social, dan kesehatan
fungsi pisikologinya ketika dewasa kelak.
Dalam
hal ini yang dimaksud dengan anak yang di terima adalah anak yang diberikan
kasih saying, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih saying,
kata-kata yang membesarkan hati,dorongan,dan pujian), maupun secara fisik
(diberi ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang mesra ).
Sementara yang di tolak adalah anak yang mendapatkan prilaku agresif orang tua,
baik secara verbal(kata kasar, sindiran negative, bentakan, dan kata-kata lain
yang dapat mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau
menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indeferen yaitu sifat
yang tidak mempedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat
penolakan yang tidakterlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak di cintai
dean diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak meras demikian.
Hasil
penilitian Rohner menunjukan bahwa pola asuh orang tua yang menerima membuat
anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh
orang tuanya. Pola asuh ini sangat kondusif mendukung pembentukan kepribadian
yang prososial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan
lingkungannya. Sementara itu pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa
tidak diterima,tidak disayang, dikecilkan bahkan dibenci oleh orang tuanya akan
menjadi pribadi yang tidak mandir, atau kelihatan mandiri tetapi tidak
mempedulikan orang lain, selai itu anak itu akan cepat tersinggung dan
berpandangan negative terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, atau tidak
meras dirinya berharga.
Dari
paparan diatas jelas bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya
sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak. Kesalahan dalam
pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang
baik. Berkaitan dengan hal tersebut maka sebagai mahasisiwa yang memiliki
tanggung jawab terhadap karakter peserta didik kedepan maka perlu adanya
pengetahun yang lebih mendalam tentang
pendidikan karakter anak dalam lingkunagan keluarga khususnya di Kota
Ternate.
- Tujuan
Tujuan
pelaksanaan observasi ini adalah untuk mengetahui tentang peranan keluarga
dalam pendidikan karakter anak melalui pola asuh orang tua.
- Teknik Dan Prosedur Pengumpulan Data
1.
Teknik
pengumpulan data
Teknik
yang digunakan oleh praktikan untuk mengumpulkan data ini, yaitu: (1) Teknik
Observasi, (2) Teknik Wawancara, (3) Teknik Dokumentasi.
2.
Prosedur
pengumpulan data:
1. Lakukan
kegiatan ini dengan menyatakan kepada orang tua (keluarga yang di
interviw)tentang pendidikan keluarga (informal) khususnya pola asuh pada anak.
2. Lakukan
wawancara pada orang tua dan anak secara terbuka/tertutup(tegantung dari
kondisi keluarga yang di interviw) terhadap orang tua anak untuk memperoleh
data tentang pendidikan keluarga (informal) kusunya pola asuh orang tua pada
anak (pedoman interview pada table 1 ).
3. Lakukan
wawancara pada anak secara terbuka/tertutup(tegantung dari kondisi anak) untuk
memperoleh data tentang pendidikan keluarga (informal) kusunya pola asuh pada
anak (pedoman interview pada table 2 ).
4. Interview
yang dilakukan oleh mahasiswa dengan berpedoman pada lembar interview pada
tabel 1 dan 2.
Tabel
1. Lembar interview pendidikan keluarga (informal) khususnya pola asuh pada
anak dalam lingkungan keluarga.
Nama
Orang Tua
Ayah :
( )
Alamat : ( )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah anak
selalu mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada
kerja sama antara orang tua dan anak? Misalnya
|
|||
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
bapak/ibu selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
|||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
Nama
Orang Tua
Ibu :
( )
Alamat : ( )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah anak
selalu mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada
kerja sama antara orang tua dan anak? Misalnya
|
|||
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
bapak/ibu selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
|||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
Tabel
2. Lembar interview pendidikan keluarga (informal) khususnya pola asuh pada
anak dalam lingkungan keluarga.
Nama Anak
Anak :
( )
Alamat : ( )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah anak
selalu mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada
kerja sama antara orang tua dan anak? Misalnya
|
|||
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
bapak/ibu selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
|||
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
||||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
|||
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
|||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
|||
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
|||
Jumlah
|
||||
presentase
|
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.1.
Hasil
wawancara (interview)
1.
Keluarga
Dahlan Abdullah
Tabel
1. Lembar interview pendidikan keluarga (informal) khususnya pola asuh pada
anak dalam lingkungan keluarga.
Nama
Orang Tua
Ayah : ( Dahlan Abdullah )
Alamat : ( Koloncucu )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( PNS Guru )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Belajar,
Pergi Sekolah, Keluar Malam, Perilaku sehari-hari/tingkah laku
|
|
2.
|
Apakah anak selalu
mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
- Bekerja
membantu pekerjaan rumah seperti
membersihkan halaman rumah,dll.
- Disuruh
Belajar
|
|
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Memberikan nasehat kepada anak supaya jangan mengulanginya
lagi
|
|
Jumlah
|
66,67
|
33,3
|
||
presentase
|
Kurang
|
Baik
|
||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada
kerja sama antara orang tua dan anak? Misalnya
|
ü
|
Membersihkan rumah
|
|
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Menyuruh anaknya belajar
|
|
3.
|
Apakah bapak/ibu
selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Mengontrol aktivitasnya sehari-hari seperti belajar,sekolah,dan
bermain
|
|
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
ü
|
Selama 30 menit jika menurut anaknya tugas itu sulit untuk
dikerjakan
|
|
Jumlah
|
100
|
0
|
||
presentase
|
Baik sekali
|
Kurang Sekali
|
||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Keinginan yang positif seperti keluar rumah untuk membuat
tugas sekolah
|
|
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Supaya belajar dengan rajin,agar apa yang diinginkan bias
tercapai
|
|
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
ü
|
||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Keinginan sekolah atau keinginan yang positif
|
|
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan sekolah
|
|
Jumlah
|
100
|
0
|
||
presentase
|
Kurang Baik
|
Baik Sekali
|
Nama
Orang Tua
Ibu : ( Siti Hajar )
Alamat : ( koloncucu )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( Ibu Rumah Tangga )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Belajar,
Pergi Sekolah, Keluar Malam, Perilaku sehari-hari/tingkah laku
|
|
2.
|
Apakah anak
selalu mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
ü
|
- Bekerja
membantu pekerjaan rumah seperti
membersihkan halaman rumah,dll.
- Disuruh
Belajar
|
|
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Memberikan nasehat kepada anak supaya jangan mengulanginya
lagi
|
|
Jumlah
|
66,67
|
33,3
|
||
presentase
|
Kurang
|
Baik
|
||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada
kerja sama antara orang tua dan anak? Misalnya
|
ü
|
Membersihkan rumah
|
|
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Menyuruh anaknya belajar
|
|
3.
|
Apakah bapak/ibu
selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Mengontrol aktivitasnya sehari-hari seperti belajar,sekolah,dan
bermain
|
|
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
ü
|
Selama 30 menit jika menurut anaknya tugas itu sulit untuk
dikerjakan
|
|
Jumlah
|
100
|
0
|
||
presentase
|
Baik sekali
|
Kurang sekali
|
||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Keinginan yang positif seperti keluar rumah untuk membuat
tugas sekolah
|
|
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Supaya belajar dengan rajin,agar apa yang diinginkan bias
tercapai
|
|
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
ü
|
||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Keinginan sekolah atau keinginan yang positif
|
|
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan sekolah
|
|
Jumlah
|
100
|
0
|
||
presentase
|
Kurang baik
|
Baik sekali
|
Tabel
2. Lembar interview pendidikan keluarga (informal) khususnya pola asuh pada
anak dalam lingkungan keluarga.
Nama Anak :
( Putri Yana Dahlan )
Alamat : ( koloncucu )
Telephon/Email : ( )
Pekerjaan : ( Pelajar )
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Keterangan
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
A.
Pola
Asuh Otoriter
|
||||
1.
|
Apakah kontrol
terhadap tingkah laku anak sangat ketat? Jika ya apa saja? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Belajar, kelakuan saya sehari-hari, dan jika saya keluar
malam tidak boleh pulang tengah malam.
|
|
2.
|
Apakah anak
selalu mengikuti kemauan orang tua tanpa membantah? Jika ya apa saja? Jika
tidak apa alasannya?
|
ü
|
Disuruh untuk belajar, menghargai orang lain, jangan
keluar malam.
|
|
3.
|
Apakah anak
diberi hukuman apabila tidak mengikuti kemauan orang tua? Jika ya apa saja?
jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Diberi
nasihat supaya tidak mengulangi kesalahan saya lagi.
|
|
Jumlah
|
66,67
|
33,3
|
||
presentase
|
Kurang
|
baik
|
||
B.
Pola
Asuh Demokrasi
|
||||
1.
|
Apakah ada kerja sama antara orang tua dan anak?
Misalnya
|
ü
|
Kegiatan
dalam rumah sehari-hari seperti, rumah, memasak, mencuci,dll
|
|
2.
|
Apakah ada
bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap aktivitas anak? Jika ya apa
saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Belajar tepat
waktu, jangan telat kalau bangun tidur, melaksanakan ibadah
|
|
3.
|
Apakah
bapak/ibu selalu mengontrol aktivitas anak dirumah? Jika ya apa saja? jika
tidak apa alasannya?
|
ü
|
Belajar,
aktivivtas sehari-hari
|
|
4.
|
Apakah
bapak/ibu punya waktu untuk mendamping anak untuk belajar? Berapa jam?
|
ü
|
||
Jumlah
|
75
|
25
|
||
presentase
|
Baik
|
Kurang
|
||
C.
Pola
Asuh Permisif
|
||||
1.
|
Apakah anak
diberi kebebasan untuk menentukan keinginannya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Keingingan yang baik-baik seperti belajar, melakukan
hal-hal yang bermanfaat
|
|
2.
|
Apakah tidak
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua? Jika ya kenapa? jika tidak apa
alasannya?
|
ü
|
Supaya tingkah laku dan perilaku saya lebih baik
|
|
3.
|
Apakah
kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang ?
|
ü
|
||
4.
|
Apakah anak
lebih mendominasi dalam menentukan aktivitasnya? Jika ya apa saja? jika tidak
apa alasannya?
|
ü
|
Membelikan laptop, ingin masuk perawat jika lulus sekolah,
ingin belajar dan mendapat perimgkat
|
|
5.
|
Apakah
keinginan anak selalu dipenuhi? Jika ya apa saja? jika tidak apa alasannya?
|
ü
|
Membeli peralatan-peralatan sekolah, ingin masuk
diperguruan tinggi/AKPER
|
|
Jumlah
|
80
|
20
|
||
presentase
|
Kurang
|
Baik sekali
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar